Kuliah Umum 21 Maret 2018

KULIAH UMUM
Jurusan Ilmu Perpustakaan Fakultas Adab dan Ilmu Budaya
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Suasana Kuliah Umum


Pengembangan Library Information System dan Dampak Digital Disruption terhadap Kepustakawanan
Pembicara :
Putu Laxman Sanjaya Pendit, Ph.D.
Moderator :
M. Solihin Arianto, M.LIS.

Pada kuliah umum kali ini, pokok bahasan yang dibicarakan yaitu apakah Disruption Technology dapat berdampak baik pada dunia perpustakaan dan kepustakawanan. Hal yang perlu dipahami terlebih dahulu yaitu, apa sih yang dimaksud dengan Disruption disini.
Nah, dari materi yang disampaikan oleh beliau Bapak Putu, Disampaikan dua istilah baru yaitu Disruptive Technology dan Disruptive Innovation.
1.      Disruptive Technology
Dalam bukunya ”The Innovators Dilemma”, Clayton Christensen menyatakab bahwa “disruptive technology” atau teknologi yang mengguncang kemapanan yang sebenarnya adalah sebuah terobosan (backthrough) tak terduga atau terabaikan. Misalnya teknologi mengunggah dan mengunduh musik melalui internet yang meruntuhkan dominasi CD karena teknologi download dirasa lebih efektif.
2.      Disruptive Innovation
Yaitu istilah inovasi yang mengguncang kemapanan, dipakai oleh Clayton Christensen untuk menggambarkan proses melesatnya sebuah produk atau jasa yang semula berbentuk aplikasi bisnis sederhana atau kecil di tingkat pasar yang rendah, menjadi pesaing kuat untuk mengalahkan petahana yang sudah mapan.

Istilah “disruption” tepat dipakai karena potensi guncangan biasanya tak kentara sebab si pengguncang  pada awalnya menarget pelanggan atau segmen pasar yang diabaikan pihak mapan, menyediakan fungsionalitas yang lebih memadai, biasanya dengan harga lebih rendah.
Disruption bermula di low-end atau new-market, yaitu terlalu fokus ke memenuhi permintaan pelanggan untuk produk yang prima sehingga pengguncang berkesempatan memenuhi segmen produk yang ‘good enough’ dan membentuk pasar baru dan berhasil mengubah nonconsumer menjadi consumer.

Lalu apakah Disruption itu sendiri dapat berkaitan dengan perpustakaan? Jawabannya adalah iya, bagaimana caranya?  inovasi yang dapat diterapkan di perpustakaan yaitu
A.    SEMANTIC WEB
Konsep Semantic web mendorong perpustakaan dan berbagai institusi lain mengumpulkan (collect), mengaitkan (linked), dan memakai bersama (share) data melalui internet/web.  Sedemikian  rupa sehingga pemrosesan data dapat dilakukan oleh komputer untuk menghasilkan layanan terhadap informasi secara lebih baik. Semantic Web tidak hanya persoalan meletakkan data di Internet tetapi juga mengait-ngaitkannya, agar manusia atau mesin dapat menjelajah semesta data itu.  
Konsep Semantic web didukung oleh sistem linked data.  Linked Data Initiative berisi best practices untuk penerbitan dan pengaitan data di Internet. Inisiatif Linked Open Data (LOD) menjadi ajang kerjasama antar perpustakaan, dan mendukung perubahan pandangan dari document-centric ke data-centric dengan pendekatan metadata. Konsep reuse of knowledge hanya efektif jika data dilengkapi metadata yang dipakai bersama. Ini dapat menjadi basis kerjasama antar lembagapewarisan budaya (musium, arsip, perpustakaan).

B.     DISRUPTIVE TECHNOLOGY & OPEN ACCESS PUBLISHING
Perkembangan open access dalam industri penerbitan jurnal saat ini mengandung berbagai model, tergantung jenis akses yang disediakan oleh penerbit jurnal. Sistem open access publishing menjadi agak rumit karena open access seharusnya berartipenyediaan artikel jurnal secara gratis di Internet, namun konsep “article processing charges” mengarah ke terciptanya berbagai open access journals yang digolongkan menurut seberapa-terbukanya jurnal tersebut.
C.     INTERFACES, USER EXPERIENCE, AND DIGITAL LIBRARIES

User Interface (UI) Design – fokus pada mengantisipasi apa yang mungkin dibutuhkan dan akan dilakukanpengguna ketika berhadapan dengan fasilitas digital, sehingga dia merasa mudah mengakses, memahamiapa yang tersedia, dan dapat memanfaatkan apa yang ada. Untuk disain UI yang baik diperlukan pemahaman tentang disain interaksi manusia-computer (interaction design), disain visual, dan information architecture.
Dalam kontek Perpustakaan Digital, perlu dipegang 3 prinsip ini:
The interface is an integral part of the Digita Libraries, not an appendage to it
The interface should be evaluated with respect to Digitar Libraries goals and functions
Goals, context and functions determine evaluation criteria and measures for all parts of the Digital Libraries
• UI juga harus integral dengan User Experience (UX) yang mengandung prinsip-prinsip simplicity and elegance sehingga produk atau jasa yang kita sajikan terasa menyenangkan bagi penggua (a joy to own, a joy to use).
Ini berarti bukan hanya memberikan apa yang mereka katakan mereka ingin, tetapi kalau perlu lebih dari itu.
Pengguna harus merasakan pengalaman yang menyenangkan.
• Beberapa teknologi yang berpotensi disruptive dalam hal ini adalah:
Augmented Reality – teknologi yang memungkinkan digital overlays dengan dunia nyata (realita) misalnya
1.      Google Glass eyewear dan beberapa aplikasi di smartphones.
2.      Customised Big Data Interface – perangkat lunak atau aplikasi spin-offs yang dapat dipakai untuk memanfaatkan Semantic Web dan linked-data.
3.       Large-Scale Text – interface untuk himpunan proyek-proyek digitasi besar-besaran yang menggabungkan jutaan objek digital, misalnya seperti yang dilakukan dalam proyek Google.

D.    TEKNOLOGI DAN LITERASI
Literasi informasi sebaiknya dilihat sebagai serangkaian “praktik yang disesuaikan dengan situasi” (situated practices), misalnya situasi belajar mengajar di dalam konteks sosial-budaya universitas yang mencakup di dalamnya tatanan sosial dan pengembangan kurikulum. Diperlukan integrasi kepustakawanan perguruan-tinggi dengan kegiatan belajar-mengajar, dan harus sejalan dengan perubahan paradigma pengajaran dari yang semula mengandalkan belajar pasif menjadi belajar partisipatif. Hal ini pada gilirannya ikut dipengaruhi oleh adanya reformasi menyeluruh di universitas.
Perkembangan Teknologi Informasi secara umum dan teknologi media pada khusunya telah secara mendasar memengaruhi cara pandang masyarakat tentang kehidupan mereka dan  tentang kebebasan berkomunikasi pada khususnya. Setiap perkembangan baru dalam teknologi dan media dengan segera menimbulkan pula isu tentang akses dan kendali informasi di masyarakat. Hal ini sebenarnya ikut mendorong perubahan paradigma literasi sebagaimana disinggung di atas. Jelaslah bahwa baik literasi informasi maupun literasi media merupakan fenomena sosio-budaya yang dipengaruhi perkembangan teknologi media dan sikap serta respon para pustakawan sekolah terhadap fenomena ini akan menentukan bagaimana mereka berpartisipasi. 

 Dari materi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa Digital Disruption dapat berdampak baik bagi perkembangn dunia perpustakaan dengan cara berinovasi. Pada hakikatnya perkembangan suatu hal yang maju dan menarik minat masyarakat bukanlah karena teknologinya melainkan karena inovasinya. Dan inovasi itu sendiri terbangun dan tidak bisa lepas daripada budaya yang ada disekitar munculnya inovasi tersebut. Sehingga untuk menarik minat masyarakat terhadap perpustakaan dan mengembangkan perpustakaan agar lebih eksis dalam kehidupan modern ini, pustakawan dituntut harus inovatif dalam arti memahami jati dirinya sebagai pustakawan, dan tugasnya sebagai penyedia informasi, punya inovasi, adaptif dengan perubahan sehingga dunia perpustakaan tidak akan terlindas.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Asal-Usul Desa Watubarut (Kebumen, Jawa Tengah)

TIPOLOGI PERPUSTAKAAN

Es Mawar